Showing posts with label PUISI. Show all posts
Showing posts with label PUISI. Show all posts

Sunday, August 4, 2019

Jeritan Jelata


Karya By : Rahmat Sangaji

Kali-kali mengalirkan kata-kata bau busuk, hujat alam pada dada dan kepala yang kian dangkal.

Sementara para pesorak sibuk memunguti muntahan kata-kata bualan dalam sukacita yang imitasi.

Sementara para pendoa sibuk meminta rasa cukup, dan lupa tetangganya kemarin mati satu demi satu, sebab tak punya nasi barang sebiji.

Para pemegang kepala mulai merasa ngantuk, dan tak ingin melepaskan tangan dari kepala, sementara matanya terpejam sedikit barang sedikit.

Setelahnya para manusia jelata yang paling resah mulai mengibarkan bendara setengah tiang, dan menyanyikan lagu berkabung, gejolak dalam dadanya muncrat sampai pada matanya, ia menyaksikan arak-arak menuju pemakaman, lalu mengerumuni nisan berepitaf, keadilan.

Di luaran sana para guru tetap saja basa-basi, memberi petuah yang hangat, sementara ia lupa membersihkan sisa kebodohan yang melekat di kursi yang diduduki muridnya.

Dan akhirnya di seantero rimba terdengar kabar kematian dari sebuah bangsa yang gagal mengonani kelaminnya sendiri.

Dan para burung bangkai yang telah lama menantikan itu bergegas untuk ritual makan malam, setelah semua kepala tak lagi ada isi.

Wednesday, July 24, 2019

Geliat Perjuangan

Karya By : Rahmat Sangaji

Terdengar derit daun jendela penderitaan menelusup di celah pintu ketidakadilan, tiba-tiba datang begitu jantan mengetuk ingatan.
Bahwa kita pernah ada pada liuk malam paling sunyi yang tumbuh dalam sebatang kara. Kala itu aku memandangmu, lantas cinta dan perjuangan kemudian tertindih oleh angin rindu keadilan



Sekadar memenuhi takdirku yang terayun-ayun derita cinta dan perjuangan hingga Tuhan mengizinkan. Pada sesuatu yang bukan rasa pura-pura.
Tetap saja misteri.
Memutuskan mata rantai rindu, tak semudah menghalau lalat-lalat di pipiku.
Tetap saja yang kutatap adalah yang datang lantas cepat pergi.

Ya.
Aku tak ingin ada sedikit tangis.
Sementara air mata telah ia bawa pergi dengan cara sempurna.
Aku bisa apa?
Kini,
Sesekali aku sambangi malamnya.
Sepi.
Mungkin ia tengah berdoa ...
Sunyi.
Barangkali ia sedang mengendalikan benci.
Seperti aku
Yang tak rela
Jika rindu tak datang, dan menyiksa seperti biasanya