Karya By : Rahmat Sangaji
Kali-kali mengalirkan kata-kata bau busuk, hujat alam pada dada dan
kepala yang kian dangkal.
Sementara para pesorak sibuk memunguti muntahan kata-kata bualan dalam
sukacita yang imitasi.
Sementara para pendoa sibuk meminta rasa cukup, dan lupa tetangganya
kemarin mati satu demi satu, sebab tak punya nasi barang sebiji.
Para pemegang kepala mulai merasa ngantuk, dan tak ingin melepaskan
tangan dari kepala, sementara matanya terpejam sedikit barang sedikit.
Setelahnya para manusia jelata yang paling resah mulai mengibarkan
bendara setengah tiang, dan menyanyikan lagu berkabung, gejolak dalam dadanya
muncrat sampai pada matanya, ia menyaksikan arak-arak menuju pemakaman, lalu
mengerumuni nisan berepitaf, keadilan.
Di luaran sana para guru tetap saja basa-basi, memberi petuah yang
hangat, sementara ia lupa membersihkan sisa kebodohan yang melekat di kursi
yang diduduki muridnya.
Dan akhirnya di seantero rimba terdengar kabar kematian dari sebuah
bangsa yang gagal mengonani kelaminnya sendiri.
Dan para burung bangkai yang telah lama menantikan itu bergegas untuk
ritual makan malam, setelah semua kepala tak lagi ada isi.