Saturday, July 27, 2019

Kenangan Itu Sakit

Penulis : Rahmat Sangadji
Kategori : Cepen |Fiksi

Dentuman, hingar bingar musik dan manusia memenuhi ruangan menulikan ratusan pasang rungu pada keadaan di luar. Tatapan liar mendamba dan membara terpancar dari setiap pasang mata yang memandang.

Lekukan tubuh mengiringi musik dari negara barat. Tidak ada yang berkedip melihat pemandangan indah sempurna bagi laki-laki tak beriman. Yang lebih memilih merasakan api membara dan tusukan ribuan jarum panas dari Rabb.

Gelengan kepala seorang wanita menjawab tanya barista berambut perak dengan penampilan kemayu. Tangan wanita itu menyampirkan clutch di bahunya yang terbuka.

Hanya dehaman yang diterima lelaki kemayu itu seiring langkah kaki wanita  yang meninggalkannya dalam kebisingan teramat.
Wanita cantik dengan penampilan glamour itu keluar dari sebuah kelab malam dengan diiringi tatapan liar dari kaum adam.
Mengibaskan rambut rambut panjang kemerahannya hasil catokan tata rias ternama ketika melewati pria mata keranjang.

"Jesica Ahmad." wanita itu menyandarkan punggungnya dengan nyaman di jok mobil setelah memberitahu sopir taksi alamat apartemennya.
Waktu satu jam dipergunakan wanita itu untuk memejamkan matanya. Mengistirahatkan otot sementara menunggu tiba di apartemen. Ingatannya menerawang dikala mata itu terpejam. Mengenang apa yang selama ini tidak pantas dikenang.
Wanita berusia 30 tahun yang selalu dibayangi masa lalu yang membuatnya sulit lepas dan terbebas dari masa kelam.
Wanita cantik itu turun setelah membayar ketika sopir memberitahunya sudah sampai di tempat tujuan dan segera masuk ke lobi apartemen.
Melempar asal clutch setelah sampai di kamar sebelum masuk ke kamar mandi. Namun, bunyi bip di gawai menghentikan langkahnya.
Sebuah pesan dari orang yang selalu memperhatikannya tanpa sama sekali diharapkan wanita itu.
'Besok ibu tunggu, pulanglah.'
Pulang?
Bahkan ia lupa kapan terakhir pulang.
Tidak berniat membalas, wanita itu melanjutkan niatnya. Berendam seperti biasa sampai satu jam lebih menikmati busa wangi memanjakan tubuhnya. Setelah puas, baru wanita itu keluar dan membalut tubuhnya dengan bathrobe.

"Kamu selalu cantik."
Bibir wanita itu melengkung, senyum manis terukir di bibir tipisnya yang mulai pucat karena terlalu lama berendam mengingat ucapan lelaki yang pernah membuat hatinya berbunga.
Tangannya mengusap rambut panjang yang basah dengan handuk seraya menatap intens bayangan dirinya di kaca.

"Rambut ini yang membuatku gila."

Lagi bibir itu menyunggingkan senyum. Kala wajah lelaki itu memenuhi ruangan memory-nya.
Dan seketika, senyum miris dan sinis dengan tatapan tajam mengancam menggantikan ketulusannya, ketika mengingat kalimat yang membuat wanita itu sakit hingga luka di sudut hatinya dipastikan tak akan sembuh.

"Maaf, aku akan segera menjadi Ayah."

Iya, dia lelaki yang sudah membuat wanita itu gila. Gila dengan perasaan yang sudah membuatnya jatuh. Menjatuhkan hati pada lelaki yang salah.

Hati wanita itu terluka, ketika cintanya di hempas tak bersisa. Meninggalkan kenangan mendalam yang menghancurkan hatinya.

Kesakitan yang mendalam, menyisakan luka yang menganga. Ketika hidupnya sudah disandarkan pada seorang pria dewasa yang mengkhianatinya, setelah lima tahun manjalin hubungan, hingga satu kenyataan pahit didapatkan wanita tersebut.

Deringan gawai membawa wanita itu kembali berpijak pada dunia nyata. Menatap datar nama penelpon, tanpa berniat mengangkat.

Satu nama yang selalu tertera di layar gawainya. Pagi, siang dan malam. Ibunya seakan tidak pernah bosan melakukan hal yang tidak pernah akan di sambut wanita itu dengan baik.
Persetan dengan semuanya, ia hanya akan menjadi dirinya yang sekarang. Selama tiga tahun ini hidupnya baik-baik saja tanpa orang terdekatnya.

Menolak semua kebaikan orang lain yang membuatnya hanya merasa dikasihani.

"Begini lebih baik. Tanpa ada dia ..." meski hati ini tak akan pernah melupakan pengkhianatanmu.
Setelah deringan berhenti dan berganti dengan bunyi bip tanda pesan masuk, wanita itu membuka pesan tersebut.

'Hanya kali ini. Ibu tidak akan mengganggumu lagi.'
Tidak cukupkah dengan kepergiannya selama ini? Kenapa seolah orang-orang ingin menjadi lebih dekat dengannya setelah kejadian itu?

Begitu miriskah keadaannya? Padahal, kehidupannya teramat baik tanpa sepeserpun saham orang tuanya yang menghidupinya selama ini.

Kenapa setelah kejadian yang menimpanya, orang tua itu semakin gencar menunjukkan peran nyata sebagai sosok orang tua.

Kepulan asap rokok, terhembus dari bibir pucat itu. Jari lentiknya menekan beberapa deretan angka di gawai. Ketika panggilan tersambung dengan seseorang di seberang.

"Besok aku akan ke Ternate." satu kalimat terucap, selanjutnya bantingan gawai terdengar memenuhi ruangan apartemennya.

Kepingan itu hancur bersama dengan kepingan hatinya yang kembali retak ketika ia memutuskan kembali ke kota yang menjadikan dirinya seperti sekarang. 

2 comments:

  1. Cerita yang menakjubkan
    seperti menceritakan Kisahku 3 tahun yang lalu

    sukses selalu buat penulisnya

    ReplyDelete
  2. terima kasih atas komentar dan pujiannya,
    jangan lupa dishare ya ceritanya

    ReplyDelete