Kategori : Fiksi
Lolos Moderasi pada : 23 Juli 2019
Lolos Moderasi pada : 23 Juli 2019
Diatas panggung tersimak penari perempuan tengah meliuk tubuhnya. Geliat
tubuhnya penari itu, sangatlah mempesona. Lentik jemari dan ayun gemulai
tangannya, mampu memulas mati puluhan para penggila nya dalam dengkur lelap
tidur sekarat.
Tarian perempuan itu kini telah menjadi giur yang membuat nalar para
pengumumannya lunglai dan tersungkur seketika.
Decak, saling berbisik mulai terdengar diselingi tawa nakal yang pecah
menderai. Disusul, ungkapan-ungkapan cabul kepada perempuan penari itu,
Luar biasa!
Malam yang larut tak akan membuat mata para pengagum melayu surut, Justru
semakin panas, dan kian bergairah.
Apalagi diselingi bergelas-gelas arak mulai diputar ikut menjadi
suguhan. Semula saat sadar masih menguasai akal, kini menjadi berbeda dengan
cepat. Tak sekadar terakhiri sampai disitu, Namun juga sesekali ingin gapai
tangan perempuan penari itu untuk melakukan saweran.
Bentuk apresiasi materi dari cara purba yang sangat digemari para kaum
lelaki.
Menyisipkan lembar-lembar ribuan di balik longgar kutang-kutang penari
perempuan tersebut.
Namun malam harus berlanjut Walaupun harus menyisakan sedikit saja
kewarasan yang tertindih kuyub di bawah gelas-gelas minuman keras.
Liuk dan geliat tubuh perempuan itu, seolah telah mempertegas sebuah
definisi tunggal, bahwa inilah surga semalam. Diperuntukan bagi para pria penyuka
kegilaan sekejab.
Apalagi, ditambah dengan senyum genit yang sering sengaja di tebar.
Membuka tantangan bagi para lelaki yang mengaku sejati.
Malam pun kian merangkak seperti tak peduli lagi dengan perasaan. Ya,
ternyata malam pun begitu bejatnya semakin liar, jalang dan tak bertuan.
0 comments:
Post a Comment